Makna Lagu Wonderwall – Oasis. Di tengah gelombang euforia reunion Oasis yang menyapu dunia musik pada 2025, lagu “Wonderwall” kembali menjadi pusat perhatian saat Liam dan Noel Gallagher membawanya ke panggung Croke Park di Dublin pada Agustus lalu. Penampilan live pertama dari tur reuni ‘Live ’25’ itu, yang direkam untuk album baru, langsung viral, mengingatkan jutaan penggemar pada anthem Britpop yang lahir 30 tahun silam. Dengan tiket sold out di stadion-stadion Eropa dan Amerika Utara, Oasis tak hanya meraup ratusan juta pound, tapi juga memicu diskusi segar tentang makna lagu ini di era digital. Noel Gallagher, sang penulis, baru-baru ini diwawancarai bilang, “Wonderwall bukan tentang siapa pun, tapi tentang semua orang yang pernah merasa tersesat.” Di saat nostalgia 90-an bangkit sebagai tren budaya, lagu ini—dengan liriknya yang sederhana tapi mendalam—menjadi simbol harapan bagi generasi yang haus koneksi autentik, terutama di tengah isolasi pasca-pandemi. BERITA BASKET
Makna dari Lagu Ini: Makna Lagu Wonderwall – Oasis
“Wonderwall” lahir dari momen pribadi Noel Gallagher selama tur Amerika Utara Oasis pada 1994. Saat itu, seorang wanita bernama Melissa Lim memberinya batu permohonan—wishing stone—dan menyarankan agar ia menulis lagu darinya. Noel, yang sedang bergulat dengan ketenaran mendadak dan tekanan internal band, mengubah ide itu menjadi balada introspektif. Judul “Wonderwall” terinspirasi dari film The Wonderwall tahun 1968 karya Joe Massot, tapi inti lagunya lebih dalam: tentang sosok imajiner yang jadi penyelamat dari kekacauan diri sendiri.
Liriknya, seperti “Today is gonna be the day that they’re gonna throw it back to you,” mencerminkan perjuangan Noel melawan rasa tidak aman dan ekspektasi publik. Ia pernah bilang lagu ini bukan romansa biasa, melainkan metafor untuk “teman tak terlihat” yang muncul saat hidup terpuruk—bisa orang terdekat, inspirasi, atau bahkan kekuatan dalam diri. Rumor awal bilang lagu itu untuk Meg Mathews, istri pertamanya, tapi Noel tegas membantah, menyebut media telah “merampas maknanya” setelah perceraian mereka. Di konteks 2025, dengan Noel yang kini 57 tahun dan Liam 52, lagu ini terasa seperti refleksi reuni mereka: dua saudara yang saling “menyelamatkan” dari kehancuran, meski penuh luka lama. Bagi pendengar, ia jadi pengingat bahwa harapan sering datang dari tempat tak terduga, membuatnya relatable bagi siapa saja yang pernah merasa seperti “dinding ajaib” itu adalah satu-satunya pegangan.
Apa yang Membuat Lagu Ini Populer: Makna Lagu Wonderwall – Oasis
Rilis sebagai single keempat dari album (What’s the Story) Morning Glory? pada Oktober 1995, “Wonderwall” langsung meledak, mencapai nomor dua di UK Singles Chart dan nomor delapan di Billboard Hot 100. Dengan gitar akustik sederhana yang dimainkan Noel—lengkap dengan riff ikonik yang mudah ditiru—lagu ini jadi soundtrack Britpop boom, bersaing dengan Blur dan Pulp. Video klipnya, syuting di London dengan aktor Sean Bean sebagai penggemar obsesif, menambah daya tarik visual yang quirky, sementara produksi Owen Morris memberi nuansa epik tanpa berlebihan.
Popularitasnya melejit berkat faktor budaya: di era pra-streaming, lagu ini jadi staple di radio dan MTV, terjual jutaan kopi dan memenangkan Brit Award. Oasis, dengan image kasar ala Manchester, membuatnya terasa seperti pemberontakan romantis—bukan balada manis, tapi teriakan kasar dari hati. Di 2025, reuni tour membawa kebangkitan baru; penampilan di Dublin ditonton jutaan via streaming, dan lagu ini capai puncak chart Spotify global untuk pertama kalinya dalam dekade. Cover oleh Ryan Adams dan artis seperti Ed Sheeran menjaga relevansinya, sementara di TikTok, challenge “Wonderwall confession” viral di kalangan Gen Z, di mana pemuda berbagi cerita pribadi. Hype ini tak lepas dari nostalgia 90-an yang mendominasi fashion dan musik tahun ini, menjadikan Oasis sebagai ikon reset budaya yang menyatukan boomer hingga milenial.
Sisi Positif dan Negatif dari Lagu Ini
Di sisi positif, “Wonderwall” adalah anthem pemberdayaan yang timeless. Liriknya mendorong introspeksi, mengajak pendengar percaya bahwa “hari itu” bisa datang kapan saja, asal ada sosok penyelamat—entah itu orang lain atau diri sendiri. Bagi banyak orang, lagu ini jadi terapi emosional; cerita penggemar di forum online bilang ia membantu melewati depresi atau putus cinta, dengan pesan harapan yang tak pernah pudar. Dalam konteks Oasis, ia simbol ketahanan: band yang hampir bubar berkali-kali, tapi lagu ini jadi jembatan reuni 2025, membuktikan seni bisa sembuhkan luka keluarga. Secara budaya, ia promosikan kerentanan maskulin—Liam menyanyi dengan suara seraknya, menunjukkan pria boleh rapuh tanpa malu.
Tapi, ada sisi negatif yang tak bisa diabaikan. Makna ambigu Noel sering bikin kebingungan; beberapa anggap liriknya terlalu samar, seperti “By now you should’ve somehow realized what you gotta do,” yang terasa pretensius bagi kritikus modern. Overplayed statusnya juga masalah: di pub Inggris atau playlist breakup, lagu ini jadi cliché, kehilangan kedalaman aslinya dan malah memicu iritasi—seperti meme “Don’t Look Back in Anger” yang lelah didengar. Bagi Oasis, popularitas ini ironis; Noel pernah bilang ia bosan menyanyikannya live karena tekanan penggemar, dan di era #MeToo, elemen “stalker-ish” di video klip dirasa outdated. Di 2025, dengan fokus pada mental health, lagu ini kadang dikritik karena romantisasi ketergantungan emosional, meski itu justru kekuatannya.
Kesimpulan
“Wonderwall” tetap jadi dinding ajaib Oasis, terbukti dari badai hype reuni 2025 yang membawa lagu ini ke panggung baru. Dari wishing stone sederhana hingga anthem global, maknanya tentang penyelamatan diri terus bergema, menginspirasi jutaan di tengah dunia yang kacau. Meski ada kritik atas ambiguitas dan kelebihannya, sisi positifnya—sebagai pengingat harapan dan ketahanan—jauh lebih kuat, terutama saat Liam dan Noel berdamai di atas panggung. Di usia 30 tahun, lagu ini bukan nostalgia semata, tapi pelajaran: kadang, yang kita butuhkan hanyalah satu nada gitar untuk ingat, hari itu bisa jadi hari kita. Oasis membuktikan, wonderwall tak pernah runtuh—ia hanya menunggu untuk dinyanyikan lagi.
